Sabtu, 18 Mei 2013

SAPI LOKAL RANCAH KABUPATEN CIAMIS

Sumber HR
 
Bayangkan, di era Gubernur Nuriana, Sapi Rancah saat itu rata-rata berbobot hidup 7 Kuintal, namun kini rata-rata berbobot 3 kuintal. Ini menjadi keprihatinan kami, padahal keunggulan sapi ini luar biasa baik dari sisi Karkas (kandungan daging minus tulang-red) yang mencapai diatas 50 persen. Ketahanan penyakit, efisiensi pakan, dan kepraktisan pemeliharaan. Foto : Dicky Haryanto Adjid/HR.
Bayangkan, di era Gubernur Nuriana, Sapi Rancah saat itu rata-rata berbobot hidup 7 Kuintal, namun kini rata-rata berbobot 3 kuintal. Ini menjadi keprihatinan kami, padahal keunggulan sapi ini luar biasa baik dari sisi Karkas (kandungan daging minus tulang-red) yang mencapai diatas 50 persen. Ketahanan penyakit, efisiensi pakan, dan kepraktisan pemeliharaan. Foto : Dicky Haryanto Adjid/HR.
Keadaan sapi lokal Rancah dan sapi lokal Cimerak terancam punah, karena pemerintah pusat Kementerian Pertanian, untuk mencukupi kebutuhan akan daging sapi import mengalahkan produksi daging sapi lokal. Melambungnya harga daging sapi merupakan kisah pilu di negeri ini. Tidak hanya ibu rumah tangga, penjual bakso, sate, gepuk, pengrajin abon daging sapi, resto steak, hingga industri makanan, termasuk hotel.
Para Menteri di Kabinet, anggota DPR, cukup dibikin pusing tujuh keliling, seolah tak mampu untuk menahan harga daging sapi yang naik terus dan sulit turun. Hingga kini harga daging sapi ditingkat penjual masih bertengger dikisaran Rp.95 ribu/kilogram, padahal harga normal dikisaran Rp.70 s/d Rp.80 ribu/kg.
Tidak habis pikir, kurangnya stok daging sapi hingga banjirnya daging sapi import, disebut-sebut menjadi biang keroknya. Dampak dari permainan sapi berjengkok (begitu istilah) di masyarakat. Pemerintah pusat di semester dua ini, akan membebaskan bea import daging sapi kelas premium.
Langkah ini dimaksud akan menurunkan harga daging sapi di pasar lokal. Meskipun Asosiasi Pedagang Daging Indonesia, meneggarai langkah ini tak akan efektif menurunkan harga daging sapi. Koran HR koranan urang Ciamis-Banjar-jeung Pangandaran melakukan investigasi soal keberadaan sapi lokal di Rancah dan Cimerak. Wartawan HR Diki Haryanto Adjid mencoba menyelusuri perdaging sapian.
Bagaimana dengan stok daging di Jawa Barat, maklum 70 persen konsumen daging sapi di Indonesia di dominasi oleh Jawa Barat dan DKI Jakarta. Berdasarkan data Dinas Perternakan Prov. Jabar pada 2010 jumlah populasi sapi di Jabar sebanyak 587,975 ekor. Sedangkan untuk stok ideal populasi sapi mencapai 750.000 ekor per tahun. Saat ini, pertumbuhan produksi di Jabar hanya 6 persen per tahun, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan sapi konsumsi daging sapi di Jabar.
Sementara sentra sapi sendiri hanya mampu memasok 210.000 ekor sapi, untuk DKI Jakarta dan Jabar sepanjang tahun ini. Sentral produksi sapi ada di NTT, NTB, Sulsel, Jatim, Jateng, dan Bali. Pengembangan sapi lokal dijadikan pemerintah sebagai solusi untuk keluar dari himpitan derasnya daging import. Ketergantungan inilah yang menjadi beban para pengambil kebijakan untuk mengembang sapi lokal. Benarkah pengembangan sapi lokal seperti sapi Madura, sapi Bali dan sapi Rancah dan sapi Cimerak di Jabar baru disandiri karena adanya sapi berjenggot. Kenapa tidak dari dulu?.
Anggota Komisi B, DPRD Jabar, Kusnadi menambahkan, bahwa pihaknya akan mendorong pengembangan Sapi Rancah. Ini bukan sekedar Ikon Jawa Barat, melainkan sebagai program untuk melepas ketergantungan terhadap sapi impor.
“Bukan hanya sapi Rancah saja, kedepan Sapi Cimerak pun harus dikembangkan,” ujarnya.
Senada dengan Kusnadi, optimisme pembudidayaan sapi lokal, gayung bersambut kata  seorang Peternak, di Dusun Buni Hilir, Desa Situ Mandala, Kecamatan Rancah, Kab. Ciamis, bernama Dayat.
“Saatnya kita bangkit untuk memoles warisan nenek moyang kita. Anugrah sapi rancah sungguh luar biasa. Sapi Rancah ada di sekitar kita, tak sulit untuk membudidayakannya,” ungkap Ketua Peternak Sapi Rancah Trijaya, saat dihubungi HR, Senin (22/4).
Dayat bertutur, warisan Sapi Rancah dari leleuhurnya harus dijadikan kebanggan sekaligus lecutan untuk bisa mendongkrak perekonomian peternak dan masyarakat sekitar.
“Apalagi Sapi Rancah mempunyai wilayah pemasaran dan pembudidayaan di Tambaksari, Rancah, Cilacap dan Tasikmalaya. Kami pun siap untuk berkomitmen mengembangkannya. Soal bantuan permodalan dari pemerintah sangat kami nantikan,” ujarnya.
Menurut Dayat, dengan sapi rancah ini, pihaknya kerap mendapat undangan ke berbagai daerah di Jawa Barat untuk mempresentasikan soal pembudidayaan sapi Rancah. “Ini momentum yang baik untuk segera membangkitkan sapi lokal,” katanya.
Soal harga, imbuh Dayat, sapi lokal mempunyai perbedaan dengan sapi impor atau sapi silangan lainnya. “Jika dihitung dari daging, perkilonya bisa selisih 2 ribu rupiah lebih mahal, dibanding jenis sapi lainnya atau disebut silangan. Kalau sapi jenis lainnya 68 ribu rupiah perkilonya, sapi rancah bisa mencapai 70 ribu rupiah perkilonya, akan tetapi pasarnya bagus karena kualitas dagingnya yang enak, konsumen sangat menyukainya,” imbuhnya.
Masih menurut Dayat, tantangan nyata yang dihadapi para peternak sapi Rancah adalah bagaimana menaikan bobot hidup. “Memang kalau membudidayakannya baik, bobot hidup bisa mencapai 6 Kuintal, otomatis bisa meningkatkan harga jual kami, karena di kisaran bobot hidup 3-4 kuintal saja harganya mencapai 12-15 juta rupiah,” ujarnya.
Lanjut Dayat, hingga kini populasi Sapi rancah yang ada di wilayah Rancah dan Tambaksari berkisar 200 ekor sapi. “Sudah kami komunikasikan dengan wilayah produksi dan pemasaran di daerah lainnya untuk segera mengembangkan sapi Rancah. Selain untuk mencegah kepunahan, peningkatan populasi akan mendorong stabilitas harga jual sapi pula,” ujarnya.
Cerita tersebut seolah hilang begitu dari memori publik. Namun bak petir di siang bolong, awal 2013 Indonesia terguncang harga daging yang terus meroket hingga penghujung April 2013 ini. Sontak respon untuk mengembangkan sapi lokal di Jawa Barat, khususnya bukan lagi untuk sekedar menyelamatkan kepunahan melainkan untuk mengurangi ketergantungan. Tak urung Komisi B DPRD Jabar pun turun ke lapangan. Termasuk Faperta Unpad pun tak ingin ketinggalan membantu program Swasembada daging sapi di Jawa Barat.
Anggota Komisi B, DPRD Jabar, H. E. Kusnadi, mengatakan, bahwa sejarah sapi Rancah sangatlah memilukan, namun kini optimisme tersebut seolah kembali pulih. “Bayangkan, di era Gubernur Nuriana, Sapi Rancah saat itu rata-rata berbobot hidup 7 Kuintal, namun kini rata-rata berbobot 3 kuintal. Ini menjadi keprihatinan kami, padahal keunggulan sapi ini luar biasa baik dari sisi Karkas (kandungan daging minus tulang-red) yang mencapai diatas 50 persen. Ketahanan penyakit, efisiensi pakan, dan kepraktisan pemeliharaan,” papar Kusnadi.
Kepala Dinas Peternakan Ciamis, Drs. H. Wasdi, M.Si, didampingi Kabid Pengembangan dan Usaha Peternakan, Otong Bustomi, SPt, M.Pt, kepada HR, Jum’at (19/4), mengatakan, bahwa pihaknya akan mendorong para peternak untuk mengembangkan sapi Rancah.
“Bantuan otomatis ada, akan tetapi tidak selamanya diukur dengan uang, bisa jadi berupa barang, seperti bibit sapinya untuk dikembangkan. Yang jelas acuan program Propinsi akan melakukan program pemuliaan untuk mendapatkan kualitas sapi rancah yang baik,” ujarnya.
Wasdi mengatakan, bahwa mimpi untuk meningkatkan populasi sapi Rancah adalah dengan cara meningkatkan kualitas. “Otomatis kalau kualitas baik, kuantitas akan bertambah seiring permintaan pasar, dengan begitu dorongan infrastruktur seperti pasar hewan dan koordinasi dengan dinas, terkait infrastruktur dari sentra ternak juga akan diperhatikan,” ucapnya.
Masih menurut Wasdi, soal permodalan pun pihak peternak dihimbau untuk tidak khawatir, karena dengan permintaan pasar yang tinggi, kepercayaan pihak perbankanpun akan mudah didapat.
“Baik KUR maupun KKP-E, optimis akan terserap oleh peternak, dengan pasar yang tinggi secara teoritis Bank akan memandang usaha ini visible atau layak untuk diberi kredit, selain stimulus dari pemerintah berupa kebijakan bantuan,” ujarnya.
Berdasarkan penuturan dari makalah, Dedi Rahmat, anggota TIM Peneliti dari Faperta UNPAD, mengatakan, bahwa Sapi Rancah sebagai Plasma Nuftah Jawa Barat memiliki keunggulan, antara lain, tahan terhadap cuaca ekstrim, tahan terhadap penyakit tropis, efisien dalam pemeliharaan, Kemampuan reproduksi dan memilki prosentase karkas yang unggul.
Masih bersumber pada makalah tersebut, program pemuliaan sapi Rancah akan berhasil apabila ada dukungan kebijakan dari pemerintah baik menyangkut program pemuliaan maupun peningkatkan infrastruktur.
Dihubungi terpisah melalui telepon selulernya, Senin (22/4),  Asisten II Pemkab Ciamis, Bidang Ekonomi Pembangunan, Drs. Sukiman, mengatakan, bahwa pengembangan Sapi Rancah akan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat peternak .
“Dari kacamata mikro ekonomi akan meningkatkan daya beli yang otomatis akan meningkatkan kesejahteraan. Bukan saja di kalangan peternak, melainkan masyarakat secara umum, sisi tenaga angkutan, industry kuliner akan diberikan dampak pula oleh pengembangan sapi Rancah ini di kemudian hari,” pungkasnya.
Bak pepatah mengatakan “gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di sebrang lautan Tampak”. Inikah yang menjadi gambaran betapa selama ini “mind Set” kedigdayaan sapi impor mengungguli sapi lokal? Padahal “kilauan permata”sapi lokal Rancah, sebagai warisan nenek moyang tak kalah unggul. Ataukah sapi Rancah terendus karena sebuah upaya penyelamatan semata untuk plasma Nuftah yang hampir punah? Ataukah juga karena himpitan dan deraan derasnya sapi impor dan daging sapi impor yang kian menggila, sehingga membuat pemerintah mengambil kebijakan mengembangkan sapi lokal Rancah?
Maklum saja Sapi Simental, Limousin, Brahman, BX, PO, Aberden Angus, seolah akrab di telinga kita dibanding sapi Madura, Sapi Bali bahkan Sapi Rancah dan sapi Cimerak yang dikenal mempunyai Karkas diatas 60 persen, dengan ketahan terhadap penyakit yang tinggi malah justru terabaikan.
Sapi lokal Rancah dan sapi Cimerak mulai terendus kepermukaan, setidaknya para pengambil kebijakan di Pemprov Jabar dan Pemkab Ciamis, pada saat Pesta Patok tahun 2012, di Desa Wonoharjo Pangandaran, sepakat untuk menjadikan sapi lokal Rancah menjadi ikon sapi Jawa Barat.
Kala itu, Kepala Bapeda Propinsi, Deny Djuanda, yang mewakili Gubernur Jabar H. Ahmad Heryawan, mengatakan, bahwa Sapi Rancah merupakan salah satu plasma nutfah yang perlu dilestarikan. Untuk itu perlu upaya pengembangan secara maksimal. Nantinya, sapi lokal yang sampai saat ini lebih banyak diberi pakan alami tersebut, bakal menjadi salah satu ikon baru ternak Jabar.
Tak berhenti sampai disana, komitmen tersebut ditindak lanjuti oleh Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis, dengan mengajukan sertifikasi pembibitan Sapi Rancah kepada Direktorat Pembibitan Ternak Departemen Pertanian RI, meski pun hingga kini tak diketahui hasil dari pengajuan tersebut.
“Tunggu proses saja dari pusat, yang jelas Pemprov sudah mendukung,” ungkap Kabid Produksi Disnak Ciamis, Yanto SPt, kepada HR. (DK)

Senin, 06 Mei 2013

PUPUK KOMPOS (ORGANIK)



Sejarah Pupuk Organik

Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan manusia mengenal bercocok tanam, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu.[3] Bentuk primitif dari penggunaan pupuk dalam memperbaiki kesuburan tanah dimulai dari kebudayaan tua manusia di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, dan Amerika Latin.[3] Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.[3] Di Indonesia, pupuk organik sudah lama dikenal para petani.[3] Penduduk Indonesia sudah mengenal pupuk organik sebelum diterapkannya revolusi hijau di Indonesia.[3] Setelah revolusi hijau, kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah, dan mudah diperoleh.[3] Kebanyakan petani sudah sangat tergantung pada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian.[3] Tumbuhnya kesadaran para petani akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik.[3]

KETIKAN CELINE ANGELY

Jenis

KETIKAN CELINE ANGELY

Pupuk kandang

Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam.[4]. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing (urine) hewan.[4] Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro.[4] Pupuk kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium.[4] Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum.[4] Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.[4] Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu:[4]
  1. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.[4]
  2. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam.[4] Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik.[4] Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bia optomal.[4] Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang.[4] Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan.[4] Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman.[4] Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat prose kimia dalam tanah dapat dikurangi.[4] Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling bauk dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh tanaman.[4]

Pupuk hijau

Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau setelah dikomposkan.[4] Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau, seperti sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air (Azolla).[4] Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya.[4] Tanaman legume juga relatif mudah terdekomposisi sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat.[4] Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi.[4] Pupuk hijau digunakan dalam:[4]
  1. Penggunaan tanaman pagar, yaitu dengan mengembangkan sistem pertanaman lorong, dimana tanaman pupuk hijau ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama.[4]
  2. Penggunaan tanaman penutup tanah, yaitu dengan mengembangkan tanaman yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.[4]

Kompos

Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.[5] Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa.[5] Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas.[5] Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola.[5] Beberapa kegunaan kompos adalah:[5]
  1. Memperbaiki struktur tanah.[5]
  2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.[5]
  3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.[5]
  4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.[5]
  5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.[5]
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.[5] Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).[5]

Humus

 



Humus
Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami dekomposisi) yang akhirnya mengubah humus menjadi (bunga tanah), dan kemudian menjadi tanah.[6] Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agro industri, kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga, dan limbah-limbah padat perkotaan.[6] Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah.[6] Senyawa humus juga berperan dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air.[6] Selain itu, humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik.[6] Kandungan utama dari kompos adalah humus.[6] Humus merupakan penentu akhir dari kualitas kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan penggunaan kompos.[6]

Pupuk organik buatan

Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang modern.[7] Beberapa manfaat pupuk organik buatan, yaitu:[7]
  1. Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.[7]
  2. Meningkatkan produktivitas tanaman.[7]
  3. Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.[7]
  4. Menggemburkan dan menyuburkan tanah.[7]
Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.[7]

Manfaat

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%.[8] Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%.[8] Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.[8] Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.[8] Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi.[8] Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan.[8] Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus.[8] Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.[8] Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.[8] Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya.[8] Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan.[8] Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk.[8] Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).[8] Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk.[8] Keadaan ini memengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah.[8] Bahan organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos.[8] Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti:[8]
  1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relatif sehttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pupuk_organik&action=edit&section=8dikit.[8]
unsur hara makro dan mikro tersebut sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman,,apa lagi bagi pencinta tanaman hias,,Banyak para hobiis dan pencinta tanaman hias, bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan prosentase kandungan N, P dan K yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja atau dewasa/indukan.Berikut fungsi unsur-unsur hara makro :
Nitrogen ( N ) -Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan -Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri -Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman -Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau daun, panjang daun, lebar daun,) dan pertumbuhan vegetatif batang ( tinggi dan ukuran batang). -Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.
Phospat ( P ) -Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman -Merangsang pembungaan dan pembuahan -Merangsang pertumbuhan akar -Merangsang pembentukan biji -Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel -Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya : pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat )
Kalium ( K ) -Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air. -Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit -Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.
  1. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.[8]
  2. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium, besi, dan mangan.[8]

Pupuk Organik Granul

Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa dibuat curah, table, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk yang banyak dipakai adalah granul. Membuat pupuk granul sebenarnya tidak terlalu sulit. Secara garis besar pupuk granul dapat dibuat dengan cara seperti di bawah ini.

Tahapan Pembuatan Pupuk Organik

Pengeringan Bahan

Bahan pupuk organik yang digunakan bisa dibuat dari pupuk kandang. Tapi perlu diingat pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang sudah ‘matang’ bukan yang baru keluar dari binatangnya. Bisa juga menggunakan kompos, baik kompos dari limbah pertanian, kompos dari sampah organik, atau humus yang langsung diambil dari tanah.
Langkah pertama adalah pengeringan. Kompos ini harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering (rotary dryer). Kadar air kompos kering kurang lebih <20%. Lebih kering lebih bagus.

Penghalusan dan Pengayakan

Kompos yang sudah kering kemudian digiling dengan mesin giling. Atau ditumbuk saja juga bisa. Tingkat kehalusan kompos yang diperlukan minimal 80 mesh. Biasanya aku memilin 100 mesh. Kompos halus ini kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh atau 100 mesh. Sisa bahan yang tidak lolos ayakan dikembalikan ke alat penggiling.

Penambahan Bahan-bahan Lain

Apabila diperlukan dapat pula ditambahkan beberapa bahan lain. Beberapa bahan yang sering ditambahkan adalah pupuk anorganik untuk meningkatkan kandungan hara N, P, K, atau hara mikro lainnya. Dapat pula ditambahkan dengan asam humat atau asam fulvat atau hormon perangsang pertumbuhan tanaman. Apabila memungkinkan dapat pula ditambahkan dengan mikroba-mikroba. Cuma tidak semua mikroba bisa ditambahkan ke dalam pupuk granul. Banyaknya bahan yang ditambahkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan. Jenis dan dosis ini merupakan ‘rahasia perusahaan’ masing-masing. Ibaratnya masakan, jenis masakan bisa sama tetapi ‘ramuannya’ bisa berbeda-beda untuk setiap koki.

Granulasi

Setelah semua bahan siap, langkah berikutnya adalah pembuatan granul. Granul dapat dibuat dengan berbagai cara. Cara paling sederhana adalah dengan menggunakan nampan biasa. Biasanya aku gunakan cara ini untuk membuat contoh granul skala kecil. Bahan yang diperlukan sekitar 300 gr – 500 gr. Caranya, bahan dimasukkan ke dalam nampan, tambahakan air + perekat (jika perlu). Kemudian nampan digoyang-goyang sampai terbentuk granul. Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penambahan air/perekat. Jumlahnya harus pas, tidak boleh berlebih atau terlalu sedikit. Di sinilah seni-nya membuat granul.
Alat lain yang juga dapat digunakan untuk membuat granul adalah moleh pengaduk semen. Alat ini biasa digunakan oleh para tukang batu untuk membuat rumah dan dapat diperoleh di toko-toko penjual alat bagunan. Prinsip kerjanya sama seperti cara di atas. Pertama masukkan bahan ke dalam moleh. Hidupkan mesinnya. Sambil diputar-putar, masukkan air sedikit demi sedikit ke dalam molen hingga terbentuk granul. Setelah granul terbentuk, isi molen dapat dituang.
Alat lain yang khusus dibuat untuk granulasi adalah pan granulator. Alat ini berbentuk piringan yang berputar. Prinsip kerjanya sih masih sama dengan cara nampan di atas. Ukuran piringan bisa bermacam-macam. Kami memiliki pan granulator ukuran kecil dengan diameter 1 m dan ada juga yang berukuran 2.5 m. Cara kerjanya sama seperti yang telah disebutkan di atas.

Pengeringan dan Pengemasan

Langkah berikutnya adalah pengeringan dan pengemasan pupuk granul. Pengeringan bisa dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari/dijemur atau menggunakan mesin pengering.
Ukuran kemasan bisa bermacam-macam. Kemasan-kemasan kecil bisa berukurang 1 kg, 5 kg, atau 10 kg. Kemasan juga bisa menggunakan karung dengan ukuran 25 – 30 kg. Kemasan biasanya terdiri dari dua bagian, bagian luar dan bagian dalam (inner). Kemasan bagian luar diberi merek/nama/logo perusahaan.

Pelestarian lingkungan

 

Tanaman penutup tanah (cover crop) dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik perlu digalakkan.[9] Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan.[9] Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan.[9] Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan.[9]